KIM TAE HEE

Minggu, 14 April 2013


CERPEN
JODOH untuk Farah
oleh : Sari Dian Nurazza

Cantik, smart, sukses dalam karir , bersuami tampan dan mapan, punya rumah mewah, hotel berbintang lima, cafe, resto, bluk ! seseorang melempar wajahku dengan kulit pisang. Lamunanku pecah, fiuh raka lagi raka lagi. Anak itu mulai menjadi momok bagiku, ini mungkin  kali ke-2999 dia mengganggu waktu bersantaiku . Kalau saja dia bukan  adikku, sudah habis ku lumat.   ~ huh! Dia malah tertawa lebar diatas penderitaanku. “hey!ga sopan banget seh, emang gue monyet dilemparin kulit pisang, sini lo ! “ dia tertawa mengejekku , ku kejar dia hingga ke depan pagar rumah. Tiba-tiba aku membeku, bagaimana tidak seorang cowok tampan, gagah, berkemeja berdiri di sampingku, oh migosh aku kaan belum mandi pagi ini, ya ampyun pasti bau banget nih badan gue, aduh ! gue sih lari ga liat-liat kanan kiri untuk ga ketabrak, ini semua gara-gara raka  !.. Aku senyum kemudian bergegas masuk ke rumah menahan malu. “Nak Dio, masuk aja ! “ panggil mamaku . Ma! Itu siapa sih ? “itu kan Dio anaknya tante Metty yang dulu tetanggaan sama kita waktu di Bandung. Apaaaa ???! “itu Dio yang dulu gendut, jelek, ingusan, yang suka jahilin farah saat SD ?” “tuh, inget “ mamaku tersenyum “liat tuh sekarang dia cakep kan ?” “bangeeeet mah” Inilah bentuk evolusi manusia yang membuktikan bahwa teori pak budi (dosen anatomi dan fisiologi manusia) emang benar-benar nyata. “ngapain dia kesini ma?” tanyaku sambil minum jus buatan mama  “dia sengaja mama undang buat ketemu kamu” aku keselek, yaah.. mama ga bilang-bilang dulu  sama Farah ! “udaah, gih cepetan mandi sana !” mama mau anterin minuman ini ke Dio, kasian dia lama nunggu “
Wahai cermin ajaib, siapakah yang paling cantik di dunia ini ? “yang mulia farah yang paling cantik di dunia ini” aku tersenyum lebar, Pangeran Dio menyambut tanganku lalu kami berdansa di tengah ballroom megah dimana kamilah yang menjadi king and queen  malam ini. “Faraaah!” ayo kesini ,  yaaaah, tentunya itu hanya lamunanku saja pemirsa -,-. Aku menuju ruang tamu, kulihat Dio sedang ngobrol dengan mamaku. “Naaah.. ini Farah” sambut mamaku “hai” “hai Farah” kesan pertama, sapaan yang  kaku untuk seorang teman masa kecil, seharusnya gue bilang ,, waaaah Dio apa kabar bro ? atau waaah Dio lama yaa ga ketemu atau hei Dio tambah cakep aja fiuh~ andai aku bisa mengulang waktu. Dia tersenyum kearahku dan mama meninggalkan kami berdua. Suasana hening sejenak dan agak canggung. Dia seorang mahasiswa FK yang menurut gue pasti lolos ikut audisi boyband spalsh.Dia emang paket pas buat jadi calon suami gue oh my ~ makasih Tuhan udah ngasih Dio buat aku. Teriakku dalam hati. Dan bla bla bla bla ~ kami ngobrol terus dan gue merasa nyambung ngobrol  sama dia.


Day by day, kami semakin akrab, aku sering berkunjung ke rumahnya membawakan makanan dan minta diajari tugas-tugas kuliah sebenarnya itu semua cuma modus agar bisa terus ketemu dia. Aku merasakan kalau diantara kami berdua ada cinta, aku yakin dengan perasaanku bahwa aku mencintai dia dan dia mencintaku.
9 September 2007, Ulang tahunku yang ke-21. Seorang Dio yang mempesona datang ke kampusku, memberi kue dan kado untukku. Aku sangat bahagia dia rela datang ke kampusku. Aku memeluknya, dia tersenyum padaku “Happy Birthday” tentu saja hal itu membuat iri teman-temanku. Kemudian kami jalan-jalan ke pantai  tapi, ternyata disana sudah ada temannya yang menunggunya, teman perempuannya, atau mungkin sahabat baiknya, atau mungkin pacarnya, tidak tidak tidak! Dia hanya teman Dio. “Natasha” gadis berjilbab yang gue akui cantik dan anggun. Aku menggandeng tangan Dio seakan-akan Dio pacarku, aku meliihat Natasha hanya tersenyum lebar. Itu menguatkan dugaanku bahwa dia hanya teman Dio. Akan tetapi melihat cara Dio memandang Natasha, I felt somethin’ different.  Aku terus menggandeng Dio dan memberikan perhatianku padanya, kalau ada hubungan spesial antara Natasha dan Dio, pasti dia akan cemburu, tapi aku tidak melihat kecemburuan di wajahnya dia hanya tersenyum melihatku mempelakukan Dio seperti itu. Aku sempat ingin bertanya pada Dio siapa Natasha, tapi aku takut Dio akan menjawab “Dia pacarku” dan aku tidak mau mendengar itu. Dio seperti ingin berkata sesuatu kepadaku, namun Natasha mengalihkannya. Aku curiga, ada sesuatu yang Dio sembunyikan dariku.
Handphone ku berdering, dan ternyata BBM dari Dio, Yeeeeeyyy !! gue nggak nyangka dia ngajak gue dinner ! setelah 2 minggu kami saling kontak. Aku mulai mencari pakaian yang pas buat acara sabtu malam nanti, pokoknya semuanya harus perfect dan gue ga sabar nunggu dia bilang kalau dia mau gue jadi pacarnya, ohh~ so sweet banget sih ! Gue udah ngebayangin gimana suasana saat itu tiba, canddle light dinner , saxophone, mawar merah, dan cincin buat aku. Ahh ~ aku merebahkan diriku diatas tempat tidur. Apakah semua ini nyata ?
Hari itu tiba, aku memasuki resto tempat kami berjanji bertemu, dengan llangkah anggun aku berjalan, jantungku berdetak tak karuan, Baby! I can’t wait to see you . Dan taraaa No canddlelight, no saxophone, no rose , no romantic decoration,no ring,  oke, mungkin terlalu dini bagiku mengharapkan semua itu. “Faraah, kamu cantik hari ini” “terimakasih” senyumku . Kami pun memesan makanan, lalu dia mulai berbicara  serius padaku. “Farah, aku tahu maksud kedua orang tua kita mempertemukan kita, mereka ingin menjodohkan kita,” “yaa, aku juga tahu “ “dan aku suka” dlm hatiku. “sebenarnya aku ingin jujur padamu, Aku sayang kamu ... kamu cantik dan baik, kamu juga menyenangkan, aku ingin kamu menjadi adikku, mengenai perjodohan itu, aku sudah punya pilihan sendiri, Dia Natasha, dia satu kampus denganku, dia sudah 5 tahun berpacaran denganku, dan seusai kami lulus nanti, kami akan menikah dan pindah ke Kairo untuk melanjutkan studi bersama-sama, dan aku berharap kau pun begitu, kau akan menemukan kebahagiaan bersama pria yang mencintaimu.  aku merasa tidak tega memberi tahukan ini pada mamamu, mamaku, dan terutama kamu, aku sayang sama kamu sejak kecil, kamu seperti adik kandungku sendiri”  cetaaaaar !! aku seperti tersambar petir ... kata-kata itu merupakan cambuk bagiku, menyakitkan dan mengiris tiap sudut perasaanku. Sadarkah dirinya terhadap perasaanku selama ini. Aku menahan tangisku.
“Aku ~ tidak tahu harus berkata apa mendengar semua ini, terima kasih telah memberikanku harapan palsu selama ini, semoga berbahagia bersama Natasha.” aku pergi meninggalkannya dengan perasaan kecewa dan marah .Aku tidak percaya sikap baiknya padaku selama ini, hadiah yang diberikannya, dan pujiannya untukku baginya hanya antara adik dan kakak. Aku merasa malu pada diriku sendiri, aku terlalu berlebihan menilai perasaanku. Saturday night ~ aku menangis sendirian di kamarku.

Lo manusia paling goblok di dunia ini Farah ! lo goblok Farah lo goblok ! aku berteriak di halaman belakang rumah, aku pecahkan semua barang-barang,  aku menjatuhkan diriku ke dalam kolam renang hingga aku kehabisan nafas. Rasanya aku ingin seperti itu, namun pada kenyataannya aku tidak berani melakukannya, mamaku akan ngomel dan meneriakiku dan mengurangi uang mingguanku. Itu akan menjadi lebih buruk. Sejak malam itu aku absen kuliah selama 3 hari dan mogok makan.Mamaku menghampiriku dan memberiku semangat “ mama pengen Dio jadi menantu mama, namun mama tidak bisa memaksakan perasaan Dio untukmu, perempuan secantik kamu, pasti bisa mendapatkan yang lebih dari Dio, mama yakin, so, kamu nggak boleh terus-terusan seperti ini, kamu harus kuat dan ceria seperti dulu lagi, oke” .Aku fokus pada kuliahku,  Yudisium tinggal beberapa bulan lagi, kesibukanku membuatku sedikit melupakan Dio. Aku berkaca diri, aku harus membuka duniaku sendiri, memulai kisah cintaku, berkarier, dan mempunyai keluarga kecil yang bahagia meski bukan dengan Dio.
1 Tahun berlalu, aku bekerja di sebuah Bank swasta di Jakarta, gajiku cukup besar untuk seorang pemula yang baru lulus kuliah. Siang itu, aku pulang kerja dan melihat mobil Dio parkir di depan rumahku. Aku melangkah ragu kedalam rumahku, aku tidak ingin bertemu dengannya, namun aku memberanikan diri dan memasang wajah tegar didepannya. “Farah, apa kabar?” “baik” mungkin ini jawaban terbaik yang aku bisa. “Aku harap kamu datang, karena kedatanganmu sangat penting bagiku” dia memberikan undangan pernikahannya padaku,  “aku tidak yakin akan datang” aku bergegas pergi dari hadapannya “Farah, aku mohon kamu maafkan aku” dia menarik tanganku  “Dio, aku harus memaafkan apa, kamu tidak punya salah apapun padaku, aku marah pada diriku sendiri yang terlalu naif selama ini, sebaiknya kamu jangan datang lagi karena itu membuatku sedih” aku lekas menuju kamarku. Aku lihat mamaku hanya menggelengkan kepala melihatku yang terlalu kekanak-kanakan.
Minggu ini hari pernikahan Dio, aku duduk bersantai di rumah, menonton tv, dan makan makanan kesukaanku, tidak terbersit sedikitpun dalam hatiku untuk menghadiri pesta pernikahannya. Sementara mama sibuk berdandan mempersiapkan diri ke pernikahan itu, aku ragu apakah mamaku ini mama kandungku atau bukan. Dia tidak merasakan perasaanku, seharusnya dia juga tidak datang. “Farah, kamu yakin tidak akan datang ?” “udaah sana mama pergi  gih” “yaudah jaga rumah baik-baik ya”.
Aku tergeletak di depan televisi, menonton film kartun yang sengaja kuputar demi menghapus bayangan pernikahan Dio hari ini. Aku terbangun petang hari, aku melihat wajah mama lesu sembari mengotak-atik ponselnya, dandanan kondangan pagi tadi  masih melekat di wajah mama, begitu pula pakaian dan accesorisnya. “Halo ... jeng, gimana keadaannya ?” “masyaAllah, iya, nanti saya sama Farah kesana, udah yang sabar ya jeng” . Aku tambah keheranan, “ada apa sih ma?” “Dio tergeletak pingsan tadi pagi, sekarang dia ada di rumah sakit” aku terdiam, “trus gimana keadaannya ma?” “sekarang dia masih koma, ayo kamu ikut mama ke rumah sakit ya”. Aku ragu, namun akhirnya aku ikut ke rumah sakit.
Aku melihat Dio terbaring, aku mendekatinya, wajahnya pucat dan menyedihkan. Aku melihat Natasha berdiri di pintu menatapku sedih. “Faraah, Natasha, tolong kamu ke rumah tante ya, ambilkan pakaian Dio,” Ucap tante Metty pada kami. Aku , Dia ? “ I think that’s not a good idea. Tapi, aku tetap pergi dengannya menyembunyikan kecemburuanku.
Aku, membuka lemari pakaiannya, sedikit mengutik laci lemarinya yang terkunci kata sandi, dengan iseng aku memasukkan tanggal lahir Dio, tapi tidak berhasil, tanggal lahir tante metty, tidak juga berhasil, tanggal lahirku daan, berhasil, sontak saja hal itu mengagetkanku,  untuk apa dia menggunakan tanggal lahirku sebagai kata sandi lacinya ? atau mungkin tanggal lahirku dan Natasha sama ?. Aku tercengang melihat foto-fotoku saat masih kecil dengannya, makanan pemberianku yang telah usang, barang-barang pemberianku , bahkan uang jaman dulu yang ada tanda tanganku diatasnya. Aku semakin tidak mengerti dengan semua ini, seberharga itukah aku baginya ?
“Farah, sungguh tidak tepat waktu” Natasha berkata padaku, Dio sakit jantung, dan harus menemukan pendonor jantung sebelum ...” “sebelum ...?” “sebelum 5 hari, atau dia akan menginggalkan kita semua untuk selamanya” “aku menangis terisak-isak”. Aku tahu kau sangat mencintainya, aku benar-benar merasa bersalah telah muncul dikehidupannya  dan membuatnya harus memilih antara kamu dan aku. Aku tahu dia hanya merasa berhutang budi padaku karena papaku telah mendonorkan ginjalnya untuk papa Dio, tapi dia tidak tahu bahwa aku sangat mencintainya dan mengharapkan dia juga begitu walaupun itu tidak mungkin” Dia bergegas pergi menahan air matanya.
Aku menangis di dalam mobil, Natasha yang menyetir mobil saat itu juga menitikkan air matanya. Tiba-tiba, pandanganku gelap ada dentuman keras menghantam kepalaku, aku tak sadarkan diri. Aku melihat Natasha melambaikan tangannya padaku, Ia  tersenyum damai, Ia memberikan bunga padaku, aku mengejarnya, namun ia langsung hilang ditelan kabut. Aku terbangun, aku membuka mataku dengan pelan, aku melihat mamaku dan Dio duduk di sebelahku, “Dio ... kamu sudah sembuh ? apa yang terjadi padaku ?” “2 hari yang lalu, kamu kecelakaan mobil sepulang dari rumah Dio” ucap mamaku, aku tidak menduga, aku telah pingsan selama 2 hari, kepalaku pusing dan sulit berfikir.
Kami pulang, kondisi Dio dan aku semakin membaik,  namun sepertinya ada yang hilang dari kami, aku sulit berfikir, karena kepalaku masih sakit pasca terbentur keras. 3 hari kemudian, Dio mengunjungiku di rumah, dia membawakanku bunga. “Dio, seharusnya  aku yang menjengukmu” dia memegang tanganku, “kamu kan juga sakit”. “Mmm Mana Natasha ?” Dio menunduk sebentar, kemudian Dio mengajakku jalan, dia membawaku ke sebuah makam bertuliskan nama Natasha di nisannya. Aku terjatuh lemas, aku lihat Dio menangis, dia tidak bisa diselamatkan pasca kecelakaan itu, dia mendonorkan jantungnya untukku, harus bagaimana aku harus membalas budi lagi padanya?”Dio mmenangis “dia wanita yang berhati mulia, dia wanita yang benar-benar mencintaimu” aku berteriak dalam hatiku, seharusnya aku saja yang mati.
3 Tahun berlalu, aku membuat kesepakatan dengan Dio untuk berpisah sebentar, menjelajahi dunia kami masing-masing, Dia ke Kairo untuk melanjutkan studinya, dan aku ke Malaysia, disini aku bekerja sambil meneruskan s2 dan semakin mendekatkan diriku pada Allah. Kami berjanji bertemu di Jakarta, tepatnya di salah satu restoran diatas kapal disana. Aku melangkah pelan, malalui red carpet, lantunan saxophonemengiringiku, disana telah duduk seorang Dio dengan canddle light yang romantis, ia tersenyum padaku, dia sangat gembira melihatku telah berhijab, really unforgettable night, dia melamarku.
Hari ini kami menikah, aku memegang erat tangannya, dia menatapku sangat dekat, cinta masa kecil yang berjalan hingga sampai pada tahap ini karena izin Allah. Terimakasih Allah, telah menghadirkan sosok Natasha dalam hidup kami, dan telah menyatukan Aku dan Dio. Sekarang aku tahu, inilah yang dinamakan jodoh.

S E L E S A I


Tidak ada komentar:

Posting Komentar