CERPEN
JODOH
untuk Farah
Cantik, smart, sukses dalam karir
, bersuami tampan dan mapan, punya rumah mewah, hotel berbintang lima, cafe,
resto, bluk ! seseorang melempar wajahku dengan kulit pisang. Lamunanku pecah,
fiuh raka lagi raka lagi. Anak itu mulai menjadi momok bagiku, ini mungkin kali ke-2999 dia mengganggu waktu bersantaiku
. Kalau saja dia bukan adikku, sudah
habis ku lumat. ~ huh! Dia malah tertawa lebar diatas
penderitaanku. “hey!ga sopan banget seh, emang gue monyet dilemparin kulit pisang,
sini lo ! “ dia tertawa mengejekku , ku kejar dia hingga ke depan pagar rumah.
Tiba-tiba aku membeku, bagaimana tidak seorang cowok tampan, gagah, berkemeja
berdiri di sampingku, oh migosh aku kaan belum mandi pagi ini, ya ampyun pasti
bau banget nih badan gue, aduh ! gue sih lari ga liat-liat kanan kiri untuk ga
ketabrak, ini semua gara-gara raka !..
Aku senyum kemudian bergegas masuk ke rumah menahan malu. “Nak Dio, masuk aja !
“ panggil mamaku . Ma! Itu siapa sih ? “itu kan Dio anaknya tante Metty yang
dulu tetanggaan sama kita waktu di Bandung. Apaaaa ???! “itu Dio yang dulu gendut,
jelek, ingusan, yang suka jahilin farah saat SD ?” “tuh, inget “ mamaku
tersenyum “liat tuh sekarang dia cakep kan ?” “bangeeeet mah” Inilah bentuk
evolusi manusia yang membuktikan bahwa teori pak budi (dosen anatomi dan
fisiologi manusia) emang benar-benar nyata. “ngapain dia kesini ma?” tanyaku
sambil minum jus buatan mama “dia
sengaja mama undang buat ketemu kamu” aku keselek, yaah.. mama ga bilang-bilang
dulu sama Farah ! “udaah, gih cepetan
mandi sana !” mama mau anterin minuman ini ke Dio, kasian dia lama nunggu “
Wahai cermin ajaib, siapakah yang
paling cantik di dunia ini ? “yang mulia farah yang paling cantik di dunia ini”
aku tersenyum lebar, Pangeran Dio menyambut tanganku lalu kami berdansa di
tengah ballroom megah dimana kamilah yang menjadi king and queen malam ini. “Faraaah!” ayo kesini , yaaaah, tentunya itu hanya lamunanku saja
pemirsa -,-. Aku menuju ruang tamu, kulihat Dio sedang ngobrol dengan mamaku.
“Naaah.. ini Farah” sambut mamaku “hai” “hai Farah” kesan pertama, sapaan yang kaku untuk seorang teman masa kecil,
seharusnya gue bilang ,, waaaah Dio apa kabar bro ? atau waaah Dio lama yaa ga
ketemu atau hei Dio tambah cakep aja fiuh~ andai aku bisa mengulang waktu. Dia
tersenyum kearahku dan mama meninggalkan kami berdua. Suasana hening sejenak
dan agak canggung. Dia seorang mahasiswa FK yang menurut gue pasti lolos ikut
audisi boyband spalsh.Dia emang paket pas buat jadi calon suami gue oh my ~ makasih
Tuhan udah ngasih Dio buat aku. Teriakku dalam hati. Dan bla bla bla bla ~ kami
ngobrol terus dan gue merasa nyambung ngobrol sama dia.
Day by day, kami semakin akrab,
aku sering berkunjung ke rumahnya membawakan makanan dan minta diajari tugas-tugas
kuliah sebenarnya itu semua cuma modus agar bisa terus ketemu dia. Aku
merasakan kalau diantara kami berdua ada cinta, aku yakin dengan perasaanku
bahwa aku mencintai dia dan dia mencintaku.
9 September 2007, Ulang tahunku
yang ke-21. Seorang Dio yang mempesona datang ke kampusku, memberi kue dan kado
untukku. Aku sangat bahagia dia rela datang ke kampusku. Aku memeluknya, dia
tersenyum padaku “Happy Birthday” tentu saja hal itu membuat iri teman-temanku.
Kemudian kami jalan-jalan ke pantai
tapi, ternyata disana sudah ada temannya yang menunggunya, teman
perempuannya, atau mungkin sahabat baiknya, atau mungkin pacarnya, tidak tidak
tidak! Dia hanya teman Dio. “Natasha” gadis berjilbab yang gue akui cantik dan
anggun. Aku menggandeng tangan Dio seakan-akan Dio pacarku, aku meliihat
Natasha hanya tersenyum lebar. Itu menguatkan dugaanku bahwa dia hanya teman
Dio. Akan tetapi melihat cara Dio memandang Natasha, I felt somethin’
different. Aku terus menggandeng Dio dan
memberikan perhatianku padanya, kalau ada hubungan spesial antara Natasha dan
Dio, pasti dia akan cemburu, tapi aku tidak melihat kecemburuan di wajahnya dia
hanya tersenyum melihatku mempelakukan Dio seperti itu. Aku sempat ingin
bertanya pada Dio siapa Natasha, tapi aku takut Dio akan menjawab “Dia pacarku”
dan aku tidak mau mendengar itu. Dio seperti ingin berkata sesuatu kepadaku,
namun Natasha mengalihkannya. Aku curiga, ada sesuatu yang Dio sembunyikan
dariku.
Handphone ku berdering, dan
ternyata BBM dari Dio, Yeeeeeyyy !! gue nggak nyangka dia ngajak gue dinner ! setelah
2 minggu kami saling kontak. Aku mulai mencari pakaian yang pas buat acara
sabtu malam nanti, pokoknya semuanya harus perfect dan gue ga sabar nunggu dia
bilang kalau dia mau gue jadi pacarnya, ohh~ so sweet banget sih ! Gue udah
ngebayangin gimana suasana saat itu tiba, canddle light dinner , saxophone,
mawar merah, dan cincin buat aku. Ahh ~ aku merebahkan diriku diatas tempat
tidur. Apakah semua ini nyata ?
Hari itu tiba, aku memasuki resto
tempat kami berjanji bertemu, dengan llangkah anggun aku berjalan, jantungku
berdetak tak karuan, Baby! I can’t wait to see you . Dan taraaa No
canddlelight, no saxophone, no rose , no romantic decoration,no ring, oke, mungkin terlalu dini bagiku mengharapkan
semua itu. “Faraah, kamu cantik hari ini” “terimakasih” senyumku . Kami pun
memesan makanan, lalu dia mulai berbicara serius padaku. “Farah, aku tahu maksud kedua
orang tua kita mempertemukan kita, mereka ingin menjodohkan kita,” “yaa, aku
juga tahu “ “dan aku suka” dlm hatiku. “sebenarnya aku ingin jujur padamu, Aku
sayang kamu ... kamu cantik dan baik, kamu juga menyenangkan, aku ingin kamu
menjadi adikku, mengenai perjodohan itu, aku sudah punya pilihan sendiri, Dia
Natasha, dia satu kampus denganku, dia sudah 5 tahun berpacaran denganku, dan
seusai kami lulus nanti, kami akan menikah dan pindah ke Kairo untuk
melanjutkan studi bersama-sama, dan aku berharap kau pun begitu, kau akan
menemukan kebahagiaan bersama pria yang mencintaimu. aku merasa tidak tega memberi tahukan ini pada
mamamu, mamaku, dan terutama kamu, aku sayang sama kamu sejak kecil, kamu
seperti adik kandungku sendiri” cetaaaaar
!! aku seperti tersambar petir ... kata-kata itu merupakan cambuk bagiku,
menyakitkan dan mengiris tiap sudut perasaanku. Sadarkah dirinya terhadap
perasaanku selama ini. Aku menahan tangisku.
“Aku ~ tidak tahu harus berkata apa mendengar semua ini, terima kasih telah memberikanku harapan palsu selama ini, semoga berbahagia bersama Natasha.” aku pergi meninggalkannya dengan perasaan kecewa dan marah .Aku tidak percaya sikap baiknya padaku selama ini, hadiah yang diberikannya, dan pujiannya untukku baginya hanya antara adik dan kakak. Aku merasa malu pada diriku sendiri, aku terlalu berlebihan menilai perasaanku. Saturday night ~ aku menangis sendirian di kamarku.
“Aku ~ tidak tahu harus berkata apa mendengar semua ini, terima kasih telah memberikanku harapan palsu selama ini, semoga berbahagia bersama Natasha.” aku pergi meninggalkannya dengan perasaan kecewa dan marah .Aku tidak percaya sikap baiknya padaku selama ini, hadiah yang diberikannya, dan pujiannya untukku baginya hanya antara adik dan kakak. Aku merasa malu pada diriku sendiri, aku terlalu berlebihan menilai perasaanku. Saturday night ~ aku menangis sendirian di kamarku.
Lo manusia paling goblok di dunia
ini Farah ! lo goblok Farah lo goblok ! aku berteriak di halaman belakang
rumah, aku pecahkan semua barang-barang, aku menjatuhkan diriku ke dalam kolam renang
hingga aku kehabisan nafas. Rasanya aku ingin seperti itu, namun pada
kenyataannya aku tidak berani melakukannya, mamaku akan ngomel dan meneriakiku
dan mengurangi uang mingguanku. Itu akan menjadi lebih buruk. Sejak malam itu
aku absen kuliah selama 3 hari dan mogok makan.Mamaku menghampiriku dan
memberiku semangat “ mama pengen Dio jadi menantu mama, namun mama tidak bisa
memaksakan perasaan Dio untukmu, perempuan secantik kamu, pasti bisa
mendapatkan yang lebih dari Dio, mama yakin, so, kamu nggak boleh terus-terusan
seperti ini, kamu harus kuat dan ceria seperti dulu lagi, oke” .Aku fokus pada
kuliahku, Yudisium tinggal beberapa
bulan lagi, kesibukanku membuatku sedikit melupakan Dio. Aku berkaca diri, aku
harus membuka duniaku sendiri, memulai kisah cintaku, berkarier, dan mempunyai
keluarga kecil yang bahagia meski bukan dengan Dio.
1 Tahun berlalu, aku bekerja di
sebuah Bank swasta di Jakarta, gajiku cukup besar untuk seorang pemula yang
baru lulus kuliah. Siang itu, aku pulang kerja dan melihat mobil Dio parkir di
depan rumahku. Aku melangkah ragu kedalam rumahku, aku tidak ingin bertemu
dengannya, namun aku memberanikan diri dan memasang wajah tegar didepannya.
“Farah, apa kabar?” “baik” mungkin ini jawaban terbaik yang aku bisa. “Aku harap
kamu datang, karena kedatanganmu sangat penting bagiku” dia memberikan undangan
pernikahannya padaku, “aku tidak yakin
akan datang” aku bergegas pergi dari hadapannya “Farah, aku mohon kamu maafkan
aku” dia menarik tanganku “Dio, aku
harus memaafkan apa, kamu tidak punya salah apapun padaku, aku marah pada
diriku sendiri yang terlalu naif selama ini, sebaiknya kamu jangan datang lagi
karena itu membuatku sedih” aku lekas menuju kamarku. Aku lihat mamaku hanya
menggelengkan kepala melihatku yang terlalu kekanak-kanakan.
Minggu ini hari pernikahan Dio,
aku duduk bersantai di rumah, menonton tv, dan makan makanan kesukaanku, tidak
terbersit sedikitpun dalam hatiku untuk menghadiri pesta pernikahannya.
Sementara mama sibuk berdandan mempersiapkan diri ke pernikahan itu, aku ragu
apakah mamaku ini mama kandungku atau bukan. Dia tidak merasakan perasaanku,
seharusnya dia juga tidak datang. “Farah, kamu yakin tidak akan datang ?”
“udaah sana mama pergi gih” “yaudah jaga
rumah baik-baik ya”.
Aku tergeletak di depan televisi,
menonton film kartun yang sengaja kuputar demi menghapus bayangan pernikahan
Dio hari ini. Aku terbangun petang hari, aku melihat wajah mama lesu sembari
mengotak-atik ponselnya, dandanan kondangan pagi tadi masih melekat di wajah mama, begitu pula
pakaian dan accesorisnya. “Halo ... jeng, gimana keadaannya ?” “masyaAllah,
iya, nanti saya sama Farah kesana, udah yang sabar ya jeng” . Aku tambah
keheranan, “ada apa sih ma?” “Dio tergeletak pingsan tadi pagi, sekarang dia
ada di rumah sakit” aku terdiam, “trus gimana keadaannya ma?” “sekarang dia
masih koma, ayo kamu ikut mama ke rumah sakit ya”. Aku ragu, namun akhirnya aku
ikut ke rumah sakit.
Aku melihat Dio terbaring, aku
mendekatinya, wajahnya pucat dan menyedihkan. Aku melihat Natasha berdiri di
pintu menatapku sedih. “Faraah, Natasha, tolong kamu ke rumah tante ya,
ambilkan pakaian Dio,” Ucap tante Metty pada kami. Aku , Dia ? “ I think that’s
not a good idea. Tapi, aku tetap pergi dengannya menyembunyikan kecemburuanku.
Aku, membuka lemari pakaiannya,
sedikit mengutik laci lemarinya yang terkunci kata sandi, dengan iseng aku
memasukkan tanggal lahir Dio, tapi tidak berhasil, tanggal lahir tante metty,
tidak juga berhasil, tanggal lahirku daan, berhasil, sontak saja hal itu
mengagetkanku, untuk apa dia menggunakan
tanggal lahirku sebagai kata sandi lacinya ? atau mungkin tanggal lahirku dan
Natasha sama ?. Aku tercengang melihat foto-fotoku saat masih kecil dengannya,
makanan pemberianku yang telah usang, barang-barang pemberianku , bahkan uang
jaman dulu yang ada tanda tanganku diatasnya. Aku semakin tidak mengerti dengan
semua ini, seberharga itukah aku baginya ?
“Farah, sungguh tidak tepat
waktu” Natasha berkata padaku, Dio sakit jantung, dan harus menemukan pendonor
jantung sebelum ...” “sebelum ...?” “sebelum 5 hari, atau dia akan
menginggalkan kita semua untuk selamanya” “aku menangis terisak-isak”. Aku tahu
kau sangat mencintainya, aku benar-benar merasa bersalah telah muncul
dikehidupannya dan membuatnya harus
memilih antara kamu dan aku. Aku tahu dia hanya merasa berhutang budi padaku
karena papaku telah mendonorkan ginjalnya untuk papa Dio, tapi dia tidak tahu
bahwa aku sangat mencintainya dan mengharapkan dia juga begitu walaupun itu
tidak mungkin” Dia bergegas pergi menahan air matanya.
Aku menangis di dalam mobil,
Natasha yang menyetir mobil saat itu juga menitikkan air matanya. Tiba-tiba,
pandanganku gelap ada dentuman keras menghantam kepalaku, aku tak sadarkan
diri. Aku melihat Natasha melambaikan tangannya padaku, Ia tersenyum damai, Ia memberikan bunga padaku,
aku mengejarnya, namun ia langsung hilang ditelan kabut. Aku terbangun, aku
membuka mataku dengan pelan, aku melihat mamaku dan Dio duduk di sebelahku,
“Dio ... kamu sudah sembuh ? apa yang terjadi padaku ?” “2 hari yang lalu, kamu
kecelakaan mobil sepulang dari rumah Dio” ucap mamaku, aku tidak menduga, aku
telah pingsan selama 2 hari, kepalaku pusing dan sulit berfikir.
Kami pulang, kondisi Dio dan aku
semakin membaik, namun sepertinya ada
yang hilang dari kami, aku sulit berfikir, karena kepalaku masih sakit pasca
terbentur keras. 3 hari kemudian, Dio mengunjungiku di rumah, dia membawakanku
bunga. “Dio, seharusnya aku yang
menjengukmu” dia memegang tanganku, “kamu kan juga sakit”. “Mmm Mana Natasha ?”
Dio menunduk sebentar, kemudian Dio mengajakku jalan, dia membawaku ke sebuah
makam bertuliskan nama Natasha di nisannya. Aku terjatuh lemas, aku lihat Dio
menangis, dia tidak bisa diselamatkan pasca kecelakaan itu, dia mendonorkan
jantungnya untukku, harus bagaimana aku harus membalas budi lagi padanya?”Dio
mmenangis “dia wanita yang berhati mulia, dia wanita yang benar-benar
mencintaimu” aku berteriak dalam hatiku, seharusnya aku saja yang mati.
3 Tahun berlalu, aku membuat
kesepakatan dengan Dio untuk berpisah sebentar, menjelajahi dunia kami
masing-masing, Dia ke Kairo untuk melanjutkan studinya, dan aku ke Malaysia,
disini aku bekerja sambil meneruskan s2 dan semakin mendekatkan diriku pada
Allah. Kami berjanji bertemu di Jakarta, tepatnya di salah satu restoran diatas
kapal disana. Aku melangkah pelan, malalui red carpet, lantunan
saxophonemengiringiku, disana telah duduk seorang Dio dengan canddle light yang
romantis, ia tersenyum padaku, dia sangat gembira melihatku telah berhijab,
really unforgettable night, dia melamarku.
Hari ini kami menikah, aku
memegang erat tangannya, dia menatapku sangat dekat, cinta masa kecil yang
berjalan hingga sampai pada tahap ini karena izin Allah. Terimakasih Allah,
telah menghadirkan sosok Natasha dalam hidup kami, dan telah menyatukan Aku dan
Dio. Sekarang aku tahu, inilah yang dinamakan jodoh.
S E L E S A I